Pencarian
Similar topics
Latest topics
Connect Facebook
Samudera Hati (TYK)
Statistics
Total 69 user terdaftarUser terdaftar terakhir adalah Pras
Total 428 kiriman artikel dari user in 160 subjects
:: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
5 posters
:: Lain Lain :: Diskusi Umum
Halaman 1 dari 2
Halaman 1 dari 2 • 1, 2
:: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
“Jalan spiritualitas adalah jalan yang sungguh melelahkan dan menyakitkan seseorang yang sungguh beriman kepada Tuhan. Maka tak semua orang bisa menempuh jalan itu, karena kita takut masuk ke kedalaman diri kita sendiri”.
Refleksi ini tercuat dalam diskusi dan bedah buku ‘Come Be My Light’ tulisan Bunda Teresa, di Aula Gereja Paroki Santo Stefanus, Cilandak., Jakarta Selatan. Panitia menghadirkan narasumber Maria Hartiningsih (wartawan senior Harian Kompas), Trisno Sutanto (aktivis Interfaith) dan Shinta Hidayat (aktivis Kelompok Kerja Ibu Teresa), dengan moderator Sihol F. Siagian.
Buku ‘Come Be My Light’ merupakan kumpulansurat pribadi Teresa kepada pembimbing rohaninya, Pastor Michael van der Peet selama kurun waktu 66 tahun. Dalam buku ini terungkap spiritualitas Ibu Teresa dalam berkarya. Namun, di sini pula Beata Teresa mengungkapkan secara gambling pengalaman kesepian dan ‘kegelapan’ yang dialaminya bahkan sejak ia melayani orang miskin di Kalkuta, India. Ia berkeluh kesah bahwa kerap ia mengalami kekeringan, kesepian dan kegelapan terus-menerus.
Dalam sebuah suratnya tertanggal 8 Februari 1937 (saat ia baru 9 tahun jadi biarawati), Teresa menulis, “Jangan mengira bahwa kehidupan rohaniku adalah jalinan mawar – itu itu bunga yang jarang kutemukan dalam perjalanan hidupku. Sebaliknya, yang sering menemaniku adalah ‘kegelapan’”. Nampaknya kehampaan itu dirasakan Ibu Teresa puluhan tahun. Pada kesempatan yang lain Teresa menulis, “Tuhan, Allahku, siapakah aku ini sehingga Engkau menolakku? … Sendirian. Kegelapan begitu pekat, dan aku sendirian. Tak dimaui, ditolak. Kesepian hati yang mendambakan cinta ini sungguh tak tertanggungkan. Di mana imanku? Bahkan pada lubuk terdalam batinku, yang ada hanyalah kekosongan dan kegelapan. Allahku, betapa menyakitkan derita yang tak kuketahui ini”. Lebih menggemparkan lagi, kepada Pastor Joseph Neuner ia mengungkapkan: “Tempat Allah dalam jiwaku kosong. Tak ada Allah dalam diriku …Surga, jiwa, semua ini hanyalah kata-kata, tidak bermakna bagiku”. Tak seorang pun menyangka Ibu Teresa telah begitu menderita.
Sebaliknya, di hadapan public, Ibu Teresa selalu memperlihatkan wajah suka cita dan tidak mempertanyakan Tuhan yang diimaninya. Ini yang dipandang kontroversi. Hingga Majalah Time edisi 23 Agustus 2007 memuat petikannya dengan judul provokatif: ‘Mother Teresa’s Crisis of Faith’.
Bahasa Mistik
Trisno S. Sutanto melihat bahasa mistik yang digunakan para mistikus termasuk Ibu Teresa memang cenderung selalu mendua dan mudah menimbulkan salah tafsir. “Karena, pada dasarnya, pengalaman mistik adalah pengalaman yang melampaui daya cerap indera manusia sehingga mengalami kesulitan untuk membahasakannya,” papar Trisno di depan 500 peserta yang antusias mengikuti diskusi dan bedah buku tersebut.
Bahasa mistik, menurutnya, harus dibaca tidak secara tekstual. Ini juga yang mengkhawatirkan Maria Hartiningsih bila buku ini kelak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oeh mereka yang tak paham pada bahasa mistik. Sebaliknya, ia menyambut baik rencana Gramedia Pustaka Utama menerbitkannya ke dalam bahasa Indonesia dalam waktu dekat. Berhadapan dengan pengalaman mistik itu kebanyakan mistikus mengambil sikap berdiam diri, tanpa suara, tanpa kata-kata. Membaca buku ini semacam membaca pergumulan batin Teresa dalam “malam gelap jiwa” (dark night of the soul). Menurut Maria Hartiningsih yang pernah menjadi voluntir Ibu Teresa di Kalkuta, pengalamannya dalam berjumpa dengan orang-orang sekarat sungguh menekan dirinya dan mengubah pandangannya. Realitas kemiskinan itu begitu mengerikan. “Situasi sekeliling amat kotor dan berbau. Sebagai relawan saya harus ikut merawat mereka dari belatung yang sudah menempel di situ, memandikan, dan menuapi mereka. Melihat belatung saja kita sudah merasa jijik dan ngeri. Mereka itu bak orang mati yang masih bernafas,” berkisah Maria dengan fasih dan memikat peserta diskusi.
Dari situ Maria coba merefleksikan bagaimana perasaan Ibu Teresa sendiri dalam menjalankan karya seperti ini. “Saya kira perasaan Ibu Teresa berfluktuasi, bergelombang naik-turun, termasuk saat ia mengungkapkan ‘saya hampir tidak tahu di mana Tuhan berada’, jelas Maria. Menurutnya, orang-orang yang sungguh mencari Tuhan akan mengalami hal seperti itu. Maria yakin, pencarian yang Ilahi adalah pencarian yang “berdarah-darah” ke dalam diri kita sendiri.
Maria melihat, realitas kemiskinan hanya mampu dimasuki oleh orang-orang yang sungguh berani. Karena itu, betapa konyol kita meromantisir sosok Ibu Teresa seakan ia tidak pernah meraa lelah, kesepian, sakit hati atau lapar. Menurut Maria, kita perlu merekonstruksi spiritualitas. “Banyak orang mengira spiritualitas itu terang benderang. Justru dalam darkness itu kita temukan spiritualitas. Esensi spiritualitas adalah kegelapan, “tandasnya. Terbitnya buku Teresa ‘Come Be My Light’ akan membantu banyak orang Katolik melihat apa sesungguhnya spiritualitas Kristiani itu. Ibu Teresa adalah santa yang hidup.
Refleksi ini tercuat dalam diskusi dan bedah buku ‘Come Be My Light’ tulisan Bunda Teresa, di Aula Gereja Paroki Santo Stefanus, Cilandak., Jakarta Selatan. Panitia menghadirkan narasumber Maria Hartiningsih (wartawan senior Harian Kompas), Trisno Sutanto (aktivis Interfaith) dan Shinta Hidayat (aktivis Kelompok Kerja Ibu Teresa), dengan moderator Sihol F. Siagian.
Buku ‘Come Be My Light’ merupakan kumpulansurat pribadi Teresa kepada pembimbing rohaninya, Pastor Michael van der Peet selama kurun waktu 66 tahun. Dalam buku ini terungkap spiritualitas Ibu Teresa dalam berkarya. Namun, di sini pula Beata Teresa mengungkapkan secara gambling pengalaman kesepian dan ‘kegelapan’ yang dialaminya bahkan sejak ia melayani orang miskin di Kalkuta, India. Ia berkeluh kesah bahwa kerap ia mengalami kekeringan, kesepian dan kegelapan terus-menerus.
Dalam sebuah suratnya tertanggal 8 Februari 1937 (saat ia baru 9 tahun jadi biarawati), Teresa menulis, “Jangan mengira bahwa kehidupan rohaniku adalah jalinan mawar – itu itu bunga yang jarang kutemukan dalam perjalanan hidupku. Sebaliknya, yang sering menemaniku adalah ‘kegelapan’”. Nampaknya kehampaan itu dirasakan Ibu Teresa puluhan tahun. Pada kesempatan yang lain Teresa menulis, “Tuhan, Allahku, siapakah aku ini sehingga Engkau menolakku? … Sendirian. Kegelapan begitu pekat, dan aku sendirian. Tak dimaui, ditolak. Kesepian hati yang mendambakan cinta ini sungguh tak tertanggungkan. Di mana imanku? Bahkan pada lubuk terdalam batinku, yang ada hanyalah kekosongan dan kegelapan. Allahku, betapa menyakitkan derita yang tak kuketahui ini”. Lebih menggemparkan lagi, kepada Pastor Joseph Neuner ia mengungkapkan: “Tempat Allah dalam jiwaku kosong. Tak ada Allah dalam diriku …Surga, jiwa, semua ini hanyalah kata-kata, tidak bermakna bagiku”. Tak seorang pun menyangka Ibu Teresa telah begitu menderita.
Sebaliknya, di hadapan public, Ibu Teresa selalu memperlihatkan wajah suka cita dan tidak mempertanyakan Tuhan yang diimaninya. Ini yang dipandang kontroversi. Hingga Majalah Time edisi 23 Agustus 2007 memuat petikannya dengan judul provokatif: ‘Mother Teresa’s Crisis of Faith’.
Bahasa Mistik
Trisno S. Sutanto melihat bahasa mistik yang digunakan para mistikus termasuk Ibu Teresa memang cenderung selalu mendua dan mudah menimbulkan salah tafsir. “Karena, pada dasarnya, pengalaman mistik adalah pengalaman yang melampaui daya cerap indera manusia sehingga mengalami kesulitan untuk membahasakannya,” papar Trisno di depan 500 peserta yang antusias mengikuti diskusi dan bedah buku tersebut.
Bahasa mistik, menurutnya, harus dibaca tidak secara tekstual. Ini juga yang mengkhawatirkan Maria Hartiningsih bila buku ini kelak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oeh mereka yang tak paham pada bahasa mistik. Sebaliknya, ia menyambut baik rencana Gramedia Pustaka Utama menerbitkannya ke dalam bahasa Indonesia dalam waktu dekat. Berhadapan dengan pengalaman mistik itu kebanyakan mistikus mengambil sikap berdiam diri, tanpa suara, tanpa kata-kata. Membaca buku ini semacam membaca pergumulan batin Teresa dalam “malam gelap jiwa” (dark night of the soul). Menurut Maria Hartiningsih yang pernah menjadi voluntir Ibu Teresa di Kalkuta, pengalamannya dalam berjumpa dengan orang-orang sekarat sungguh menekan dirinya dan mengubah pandangannya. Realitas kemiskinan itu begitu mengerikan. “Situasi sekeliling amat kotor dan berbau. Sebagai relawan saya harus ikut merawat mereka dari belatung yang sudah menempel di situ, memandikan, dan menuapi mereka. Melihat belatung saja kita sudah merasa jijik dan ngeri. Mereka itu bak orang mati yang masih bernafas,” berkisah Maria dengan fasih dan memikat peserta diskusi.
Dari situ Maria coba merefleksikan bagaimana perasaan Ibu Teresa sendiri dalam menjalankan karya seperti ini. “Saya kira perasaan Ibu Teresa berfluktuasi, bergelombang naik-turun, termasuk saat ia mengungkapkan ‘saya hampir tidak tahu di mana Tuhan berada’, jelas Maria. Menurutnya, orang-orang yang sungguh mencari Tuhan akan mengalami hal seperti itu. Maria yakin, pencarian yang Ilahi adalah pencarian yang “berdarah-darah” ke dalam diri kita sendiri.
Maria melihat, realitas kemiskinan hanya mampu dimasuki oleh orang-orang yang sungguh berani. Karena itu, betapa konyol kita meromantisir sosok Ibu Teresa seakan ia tidak pernah meraa lelah, kesepian, sakit hati atau lapar. Menurut Maria, kita perlu merekonstruksi spiritualitas. “Banyak orang mengira spiritualitas itu terang benderang. Justru dalam darkness itu kita temukan spiritualitas. Esensi spiritualitas adalah kegelapan, “tandasnya. Terbitnya buku Teresa ‘Come Be My Light’ akan membantu banyak orang Katolik melihat apa sesungguhnya spiritualitas Kristiani itu. Ibu Teresa adalah santa yang hidup.
semesta- Jumlah posting : 54
Points : 96
Reputation : 0
Join date : 29.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Thanx post nya..
Kembali "dikuatkan"
_/\_
Che Na
Kembali "dikuatkan"
_/\_
Che Na
Che Na- Jumlah posting : 94
Points : 186
Reputation : 3
Join date : 29.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Bung Semesta,
bisa dijelaskan apakah berbeda jalan spiritual dengan jalan kita sehari-hari?
bisa dijelaskan apakah berbeda jalan spiritual dengan jalan kita sehari-hari?
oot30- Jumlah posting : 103
Points : 104
Reputation : 0
Join date : 19.08.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Selamat pagi,
apa yang anda maksud dengan "jalan sehari-hari" ? apakah pada saat anda duduk di dalam mobil mewah, atau mengayuh sepeda juga di katakan sebagai "berjalan" ?
apa yang anda maksud dengan "jalan sehari-hari" ? apakah pada saat anda duduk di dalam mobil mewah, atau mengayuh sepeda juga di katakan sebagai "berjalan" ?
semesta- Jumlah posting : 54
Points : 96
Reputation : 0
Join date : 29.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
bung semesta, bukan demikian, maksud saya adalah apakah sedemikian berbedanya "sesuatu perjalanan" disebut "spiritual" dan dan "sesuatu perjalanan lain" disebut "bukan spiritual"?
oot30- Jumlah posting : 103
Points : 104
Reputation : 0
Join date : 19.08.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Menurut saya,
perbedaan antara perjalanan "spiritual" atau "non-spiritual", hanya dapat dirasakan oleh si pejalan itu sendiri. Istilah yang "spiritual" atau "non-spiritual" seringkali diberikan oleh pihak ke-tiga .. akan tetapi, untuk si pejalan itu sendiri .. ia tidak lagi melihat-nya demikian.
Seperti contoh : sesuatu yang berwarna gelap bukan senantiasa memiliki pahit demikian pula sesuatu yang berwarna terang tidak senantiasa manis. Hanya ia yang mengalami yang dapat menjelaskannya.
Semoga berkenan.
perbedaan antara perjalanan "spiritual" atau "non-spiritual", hanya dapat dirasakan oleh si pejalan itu sendiri. Istilah yang "spiritual" atau "non-spiritual" seringkali diberikan oleh pihak ke-tiga .. akan tetapi, untuk si pejalan itu sendiri .. ia tidak lagi melihat-nya demikian.
Seperti contoh : sesuatu yang berwarna gelap bukan senantiasa memiliki pahit demikian pula sesuatu yang berwarna terang tidak senantiasa manis. Hanya ia yang mengalami yang dapat menjelaskannya.
Semoga berkenan.
semesta- Jumlah posting : 54
Points : 96
Reputation : 0
Join date : 29.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Ikutan nimbrung,
Menurut saya jalan biasa dan jalan spiritual itu tidak beda juga tidak sama.. mengapa? tidak beda disini maksudnya adalah sama-sama jalan yang dijalani/dilalui oleh seseorang setiap saat dan setiap waktu.
Dan tidak sama disini adalah bahwa jalan biasa dan jalan spiritual itu hanya sebuah "label" yang "dicantumkan" oleh kita sebagai si pejalan dimana tergantung dari makna atau hakekat atau esensi yang "kita tangkap/ambil" dari jalan itu sendiri.
_/\_
Che Na
Menurut saya jalan biasa dan jalan spiritual itu tidak beda juga tidak sama.. mengapa? tidak beda disini maksudnya adalah sama-sama jalan yang dijalani/dilalui oleh seseorang setiap saat dan setiap waktu.
Dan tidak sama disini adalah bahwa jalan biasa dan jalan spiritual itu hanya sebuah "label" yang "dicantumkan" oleh kita sebagai si pejalan dimana tergantung dari makna atau hakekat atau esensi yang "kita tangkap/ambil" dari jalan itu sendiri.
_/\_
Che Na
Che Na- Jumlah posting : 94
Points : 186
Reputation : 3
Join date : 29.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
bung semesta dan bung che na,
apakah tidak lebih baik dan aman jika si pejalan spiritual tidak lagi menggunakan "bahasa mistik"?
bukankah penggunaan bahasa jenis itu akan cenderung mengundang kekeliruan dan kesalah-pahaman saja?
apakah tidak lebih baik dan aman jika si pejalan spiritual tidak lagi menggunakan "bahasa mistik"?
bukankah penggunaan bahasa jenis itu akan cenderung mengundang kekeliruan dan kesalah-pahaman saja?
oot30- Jumlah posting : 103
Points : 104
Reputation : 0
Join date : 19.08.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
jika seorang sopir jalan dari jakarta ke bandung melalui Bogor tentunya itu merupakan jalan biasa biasa saja bagi setiap orang yg sudah tahu rute tersebut, tetapi yg membedakan rute jakarta-bogor-bandung menjadi tidak "biasa" adalah pengalaman dan kesan yg mendalam bagi si sopir sewaktu mendapatkan pembelajaran sepanjang jalan yg di lalui dan di rasakannya pada saat itu (apakah itu :kondisi jalan, mobil : traffik dll) dan hal itu membuat si sopir mendapatkan pengalaman tersendiri kepada pengertiaan yg mendalam akan rute jakarta-bogor-bandung
henry_gautama- Jumlah posting : 63
Points : 129
Reputation : 0
Join date : 30.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
henry_gautama wrote:jika seorang sopir jalan dari jakarta ke bandung melalui Bogor tentunya itu merupakan jalan biasa biasa saja bagi setiap orang yg sudah tahu rute tersebut, tetapi yg membedakan rute jakarta-bogor-bandung menjadi tidak "biasa" adalah pengalaman dan kesan yg mendalam bagi si sopir sewaktu mendapatkan pembelajaran sepanjang jalan yg di lalui dan di rasakannya pada saat itu (apakah itu :kondisi jalan, mobil : traffik dll) dan hal itu membuat si sopir mendapatkan pengalaman tersendiri kepada pengertiaan yg mendalam akan rute jakarta-bogor-bandung
baik, dan indah sekali pemaparan bung henry itu.
namun masalahnya apakah si sopir itu HARUS menggunakan bahasa spesial seperti bahasa mistik, yang menurut bung che na adalah gabungan dari "bahasa alam dan bahasa batin" utk suatu pembelajaran kpd orang biasa? bukankah itu akan cenderung menyulitkan, membingungkan karena salah mengerti maksudnya?
oot30- Jumlah posting : 103
Points : 104
Reputation : 0
Join date : 19.08.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Komunikasi bisa berjalan dan bisa saling dimengerti, tentunya kita harus tahu dulu pribadi orang/lawan bicara artinya selami dan cari tahu dulu sejauh mana pribadi lawan bicara dan di sana kita baru dapat menentukan kira kira mengunakan "bahasa" apa yg dapat di mengerti oleh lawan bicara kita.........
henry_gautama- Jumlah posting : 63
Points : 129
Reputation : 0
Join date : 30.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
henry_gautama wrote:Komunikasi bisa berjalan dan bisa saling dimengerti, tentunya kita harus tahu dulu pribadi orang/lawan bicara artinya selami dan cari tahu dulu sejauh mana pribadi lawan bicara dan di sana kita baru dapat menentukan kira kira mengunakan "bahasa" apa yg dapat di mengerti oleh lawan bicara kita.........
klop, klop, klop ...!
oot30- Jumlah posting : 103
Points : 104
Reputation : 0
Join date : 19.08.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
semesta wrote:“Jalan spiritualitas adalah jalan yang sungguh melelahkan dan menyakitkan seseorang yang sungguh beriman kepada Tuhan. Maka tak semua orang bisa menempuh jalan itu, karena kita takut masuk ke kedalaman diri kita sendiri”.
Refleksi ini tercuat dalam diskusi dan bedah buku ‘Come Be My Light’ tulisan Bunda Teresa, di Aula Gereja Paroki Santo Stefanus, Cilandak., Jakarta Selatan. Panitia menghadirkan narasumber Maria Hartiningsih (wartawan senior Harian Kompas), Trisno Sutanto (aktivis Interfaith) dan Shinta Hidayat (aktivis Kelompok Kerja Ibu Teresa), dengan moderator Sihol F. Siagian.
Buku ‘Come Be My Light’ merupakan kumpulansurat pribadi Teresa kepada pembimbing rohaninya, Pastor Michael van der Peet selama kurun waktu 66 tahun. Dalam buku ini terungkap spiritualitas Ibu Teresa dalam berkarya. Namun, di sini pula Beata Teresa mengungkapkan secara gambling pengalaman kesepian dan ‘kegelapan’ yang dialaminya bahkan sejak ia melayani orang miskin di Kalkuta, India. Ia berkeluh kesah bahwa kerap ia mengalami kekeringan, kesepian dan kegelapan terus-menerus.
Dalam sebuah suratnya tertanggal 8 Februari 1937 (saat ia baru 9 tahun jadi biarawati), Teresa menulis, “Jangan mengira bahwa kehidupan rohaniku adalah jalinan mawar – itu itu bunga yang jarang kutemukan dalam perjalanan hidupku. Sebaliknya, yang sering menemaniku adalah ‘kegelapan’”. Nampaknya kehampaan itu dirasakan Ibu Teresa puluhan tahun. Pada kesempatan yang lain Teresa menulis, “Tuhan, Allahku, siapakah aku ini sehingga Engkau menolakku? … Sendirian. Kegelapan begitu pekat, dan aku sendirian. Tak dimaui, ditolak. Kesepian hati yang mendambakan cinta ini sungguh tak tertanggungkan. Di mana imanku? Bahkan pada lubuk terdalam batinku, yang ada hanyalah kekosongan dan kegelapan. Allahku, betapa menyakitkan derita yang tak kuketahui ini”. Lebih menggemparkan lagi, kepada Pastor Joseph Neuner ia mengungkapkan: “Tempat Allah dalam jiwaku kosong. Tak ada Allah dalam diriku …Surga, jiwa, semua ini hanyalah kata-kata, tidak bermakna bagiku”. Tak seorang pun menyangka Ibu Teresa telah begitu menderita.
Sebaliknya, di hadapan public, Ibu Teresa selalu memperlihatkan wajah suka cita dan tidak mempertanyakan Tuhan yang diimaninya. Ini yang dipandang kontroversi. Hingga Majalah Time edisi 23 Agustus 2007 memuat petikannya dengan judul provokatif: ‘Mother Teresa’s Crisis of Faith’.
Bahasa Mistik
Trisno S. Sutanto melihat bahasa mistik yang digunakan para mistikus termasuk Ibu Teresa memang cenderung selalu mendua dan mudah menimbulkan salah tafsir. “Karena, pada dasarnya, pengalaman mistik adalah pengalaman yang melampaui daya cerap indera manusia sehingga mengalami kesulitan untuk membahasakannya,” papar Trisno di depan 500 peserta yang antusias mengikuti diskusi dan bedah buku tersebut.
Bahasa mistik, menurutnya, harus dibaca tidak secara tekstual. Ini juga yang mengkhawatirkan Maria Hartiningsih bila buku ini kelak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oeh mereka yang tak paham pada bahasa mistik. Sebaliknya, ia menyambut baik rencana Gramedia Pustaka Utama menerbitkannya ke dalam bahasa Indonesia dalam waktu dekat. Berhadapan dengan pengalaman mistik itu kebanyakan mistikus mengambil sikap berdiam diri, tanpa suara, tanpa kata-kata. Membaca buku ini semacam membaca pergumulan batin Teresa dalam “malam gelap jiwa” (dark night of the soul). Menurut Maria Hartiningsih yang pernah menjadi voluntir Ibu Teresa di Kalkuta, pengalamannya dalam berjumpa dengan orang-orang sekarat sungguh menekan dirinya dan mengubah pandangannya. Realitas kemiskinan itu begitu mengerikan. “Situasi sekeliling amat kotor dan berbau. Sebagai relawan saya harus ikut merawat mereka dari belatung yang sudah menempel di situ, memandikan, dan menuapi mereka. Melihat belatung saja kita sudah merasa jijik dan ngeri. Mereka itu bak orang mati yang masih bernafas,” berkisah Maria dengan fasih dan memikat peserta diskusi.
Dari situ Maria coba merefleksikan bagaimana perasaan Ibu Teresa sendiri dalam menjalankan karya seperti ini. “Saya kira perasaan Ibu Teresa berfluktuasi, bergelombang naik-turun, termasuk saat ia mengungkapkan ‘saya hampir tidak tahu di mana Tuhan berada’, jelas Maria. Menurutnya, orang-orang yang sungguh mencari Tuhan akan mengalami hal seperti itu. Maria yakin, pencarian yang Ilahi adalah pencarian yang “berdarah-darah” ke dalam diri kita sendiri.
Maria melihat, realitas kemiskinan hanya mampu dimasuki oleh orang-orang yang sungguh berani. Karena itu, betapa konyol kita meromantisir sosok Ibu Teresa seakan ia tidak pernah meraa lelah, kesepian, sakit hati atau lapar. Menurut Maria, kita perlu merekonstruksi spiritualitas. “Banyak orang mengira spiritualitas itu terang benderang. Justru dalam darkness itu kita temukan spiritualitas. Esensi spiritualitas adalah kegelapan, “tandasnya. Terbitnya buku Teresa ‘Come Be My Light’ akan membantu banyak orang Katolik melihat apa sesungguhnya spiritualitas Kristiani itu. Ibu Teresa adalah santa yang hidup.
bung che na,
kembali ke atas yang mengatakan " ... kita takut masuk ke kedalaman diri sendiri ..."
sebenarnya ada apa di sana sampai kita sedemikian takutnya utk masuk ke dalam diri?
oot30- Jumlah posting : 103
Points : 104
Reputation : 0
Join date : 19.08.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Masuk kekedalaman diri berarti kita "mengupas" semua "lapisan-lapisan" yang menutupi "diri".
Kenapa takut? karena pada saat mengupas setiap "lapisan" tersebut kita harus "siap" untuk "mengupas" dan "melepaskan"nya..
_/\_
Che Na
Kenapa takut? karena pada saat mengupas setiap "lapisan" tersebut kita harus "siap" untuk "mengupas" dan "melepaskan"nya..
_/\_
Che Na
Che Na- Jumlah posting : 94
Points : 186
Reputation : 3
Join date : 29.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Che Na wrote:Masuk kekedalaman diri berarti kita "mengupas" semua "lapisan-lapisan" yang menutupi "diri".
Kenapa takut? karena pada saat mengupas setiap "lapisan" tersebut kita harus "siap" untuk "mengupas" dan "melepaskan"nya..
_/\_
Che Na
maaf bung che na, saya belum mengerti maksud bung dengan 'mengupas', mengupas apa?, 'lapisan', lapisan apa?, dan 'melepaskan', melepaskan apa dan yang mana?
oot30- Jumlah posting : 103
Points : 104
Reputation : 0
Join date : 19.08.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Mengupas lapisan "kekotoran batin". Melepaskan dari "kemelekatan".
_/\_
Che Na
_/\_
Che Na
Che Na- Jumlah posting : 94
Points : 186
Reputation : 3
Join date : 29.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Che Na wrote:Mengupas lapisan "kekotoran batin". Melepaskan dari "kemelekatan".
_/\_
Che Na
jadi apa masalahnya? bukankah itu semua baik? dan kenapa orang jadi takut utk itu?
oot30- Jumlah posting : 103
Points : 104
Reputation : 0
Join date : 19.08.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Biasanya yang "sampai melekat" itu "nyaman", dan yang "nyaman" itu biasanya ada keinginan untuk tidak rela dilepaskan, atau tidak ingin "kehilangan".
Che Na- Jumlah posting : 94
Points : 186
Reputation : 3
Join date : 29.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
Che Na wrote:Biasanya yang "sampai melekat" itu "nyaman", dan yang "nyaman" itu biasanya ada keinginan untuk tidak rela dilepaskan, atau tidak ingin "kehilangan".
jadi sebenarnya manusia itu takut kehilangankah ?
oot30- Jumlah posting : 103
Points : 104
Reputation : 0
Join date : 19.08.09
Che Na- Jumlah posting : 94
Points : 186
Reputation : 3
Join date : 29.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
oot30 wrote:Che Na wrote:Biasanya yang "sampai melekat" itu "nyaman", dan yang "nyaman" itu biasanya ada keinginan untuk tidak rela dilepaskan, atau tidak ingin "kehilangan".
jadi sebenarnya manusia itu takut kehilangankah ?
Menurut pemahaman saya, malah sebaliknya.
Manusia menganggap/berkhayal/berandai-andai kalau mereka "memiliki" ....
Bagaimana mungkin merasa kehilangan, jika tidak pernah memiliki ?
semesta- Jumlah posting : 54
Points : 96
Reputation : 0
Join date : 29.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
semesta wrote:oot30 wrote:Che Na wrote:Biasanya yang "sampai melekat" itu "nyaman", dan yang "nyaman" itu biasanya ada keinginan untuk tidak rela dilepaskan, atau tidak ingin "kehilangan".
jadi sebenarnya manusia itu takut kehilangankah ?
Menurut pemahaman saya, malah sebaliknya.
Manusia menganggap/berkhayal/berandai-andai kalau mereka "memiliki" ....
Bagaimana mungkin merasa kehilangan, jika tidak pernah memiliki ?
wah, wah, wah! terus terang saya pusing sekali!
punya kepala memang terbukti tidak selalu enak!
sekarang bung mengatakan tidak pernah memiliki, apakah bung sedang bingung mengetik sampai bisa begitu kelirunya mengatakan bahwa bung tidak pernah memiliki?
tapi bung memiliki orang tua bukan?
oot30- Jumlah posting : 103
Points : 104
Reputation : 0
Join date : 19.08.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
kata "memiliki" yang saya maksud-kan adalah sesuatu yang merupakan "kepunyaan kita 100%" dan bukan milik orang lain.
Apakah kita "memiliki" hal ini ?
Apakah kita "memiliki" hal ini ?
semesta- Jumlah posting : 54
Points : 96
Reputation : 0
Join date : 29.06.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
semesta wrote:kata "memiliki" yang saya maksud-kan adalah sesuatu yang merupakan "kepunyaan kita 100%" dan bukan milik orang lain.
Apakah kita "memiliki" hal ini ?
ya kita bisa memiliki itu.
bukankah utk sesuatu yang pertama kali kita miliki adalah bukan milik orang lain?
oot30- Jumlah posting : 103
Points : 104
Reputation : 0
Join date : 19.08.09
Re: :: Jalan Gelap Ibu Teresa ::
kata "bisa" yang anda sampaikan memberikan kesan bahwa hal ini dapat hilang .. apakah demikian ?
semesta- Jumlah posting : 54
Points : 96
Reputation : 0
Join date : 29.06.09
Halaman 1 dari 2 • 1, 2
:: Lain Lain :: Diskusi Umum
Halaman 1 dari 2
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik
Tue May 15, 2012 12:26 pm by henry_gautama
» KUNDALINI SHAKTI part 3
Sun Mar 25, 2012 4:42 pm by henry_gautama
» KUNDALINI SHAKTI part 2.
Sun Mar 25, 2012 4:39 pm by henry_gautama
» Kundalini Part 1 By TRIMURTI YOGA KUNDALINI
Sat Mar 24, 2012 9:24 pm by henry_gautama
» Kundalini-not Only in Hinduism
Sat Mar 24, 2012 8:52 pm by henry_gautama
» Pandangan Tantrayana ttg Pembangkitan Kundalini:
Fri Mar 23, 2012 9:52 pm by henry_gautama
» Beasiswa S1
Tue Mar 20, 2012 4:39 pm by henry_gautama
» Lowongan MANAGER OPERASIONAL
Tue Mar 20, 2012 4:37 pm by henry_gautama
» Mengenal lebih dekat Kundalini
Tue Mar 20, 2012 3:16 pm by henry_gautama